Resna Cooking Story: Membuat Bika (Bukan Ambon) Yang Berserat Banyak Dengan Resep Tanpa Telur dan Tanpa Pengembang Kimia

Thursday, October 27, 2016

Membuat Bika (Bukan Ambon) Yang Berserat Banyak Dengan Resep Tanpa Telur dan Tanpa Pengembang Kimia

Oleh : Resna Nata

      Awalnya saya memberi nama kue di cerita saya dengan nama Bika Ambon, namun sepertinya pemberian nama tersebut kurang tepat, karena nama Kue Bika Ambon disematkan pada jenis kue yang identik dengan jumlah kuning telur yang banyak dan Kota Medan.  Konon Bika Ambon adalah kue (bika) yang pertama kali mencuat dari Jalan Ambon di Kota Medan.  Sepertinya Bika Ambon adalah pengembangan lebih lanjut dari Kue Bika yang banyak terdapat di Indonesia dengan beragam varian bahan dan beragam nama.  Di beberapa daerah saya mengenal nama Bika, Bibika, Bingka, Wingka, Wiwingka atau bahkan Wingko (?).  Dan Kue yang saya ceritakan ini biasanya disebut Bika di kampung saya (di pelosok Ciamis Selatan), jenis kue Bika yang pembuatannya difermentasikan (melewati proses fermentasi).  Tanpa bahan pengembang instan, namun menggunakan (bakteri) tape, biasanya untuk mengembangkan volume dan menghasilkan serat yang digunakan adalah perpaduan tape singkong dan air kelapa.  Dan menyesuaikan dengan informasi yang saya dapat, saya mengedit judul dan menambah catatan dalam cerita memasak saya ini.

     Lebih setahun yang lalu saya sempat membuat bika ambon dengan resep menggunakan sebelas telur dan memakai pengembang jenis instant yeast.  Saya waktu itu mencoba setengah resep dengan penggunaan telur terdiri dari lima telur utuh dan satu bagian kuningnya saja.  Hasil seratnya kurang memuaskan.  Jadinya saya enggan mengulang lagi. 

     Sebenarnya saya punya resep kue bika warisan dari almarhumah adiknya kakek dari ibu.  Saya mendapatkan resep 'karuhun' tersebut semasa kuliah.  'Kapinini' (istilah sunda untuk nenek tidak berasal dari jalur keturunan langsung) yang satu ini memang sering menjadi 'chief' di acara memasak hajatan di kampung halaman ibu saya.

     Lama tersimpan tanpa niatan ingin mencoba.  Yang membuat saya ragu adalah karena resep ini bukan saja irit atau hemat telur tapi sama sekali tidak menggunakan telur atau pengembang kimia baik instant yeast atau gist maupun baking soda atau baking powder.  Saya fikir apa mungkin bisa berserat dan andaipun berserat terbayangnya akan cenderung keras.

     Kue Bika mungkin bukan authentic food khas parahyangan, namun ibu saya bercerita nenek tersebut sudah sering membuat kue ini sejak awal tahun 70 an.  Kendati bukan authentic food, namun ternyata kue ini bukan penganan 'asing' di Jawa Barat, bahkan di kampung halaman ibu saya yang merupakan daerah pelosok (bukan daerah yang dekat dengan perkotaan) kue ini ternyata sudah dikenal sangat lama, sejak lebih empat puluh lima tahun lampau.  Jadi saya memutuskan untuk memunculkannya di blog ini, dengan kategori kue tradisional yang banyak terdapat di Jawa Barat dan sudah dikenal lama sampai pelosok (maksa ya hehe...).

     Di kampung halaman ibu saya sudah tidak ada lagi yang membuat kue ini.   Sekarang ini mereka lebih senang membuat kue bika karamel yang mengandalkan baking powder dan baking soda dalam pembuatan seratnya.

     Beberapa tahun lalu, bibi, putrinya nenek ini pernah menyuguhkan bika yang menggunakan resep warisan ibunya ini, tapi seratnya jarang.  Wah, semakin tidak terfikirlah untuk mengujicoba resep ini.

     Tapi ketika saya mulai suka blogging dan share resep dan pernah membuat kue cara bika yang hanya menggunakan tepung beras dan santan namun bisa menghasilkan kue dengan serat yang bagus (saya belum berani memunculkan hasil ujicoba carabika saya karena bagian bawah carabikanya masih keras hehe...) saya jadi terfikir mengujicoba resep kue bika ini.

     Ketika membaca resepnya, saya langsung dihadapkan pada tantangan tidak adanya jumlah takaran pasti jumlah cairan yang dibutuhkan dalam proses pembuatannya.  Kata ibu saya, orang - orang di lembur memang memasukkan air ke dalam adonan kue apapun dengan takaran mengandalkan feeling sehingga tekstur kuenya sering gak konsisten.  Dan takaran bahannya pun hitungannya kiloan.  Mungkin memang dimaksudkan untuk sajian hajatan.

     Prosedur /urutan pembuatannya pun membuat saya agak sedikit mengerutkan kening.  Sepertinya saya dulu salah menangkap ucapan nenek hehe....tapi dengan sedikit pengalaman pada pembuatan kue mangkok/apem mekar, saya sedikit percaya diri untuk merombak urutan pembuatannya.  Saya merencanakan membuat kue bika dengan dua kali proses fermentasi seperti apem.

     Naaah, sekarang tinggal menebak berapakan jumlah cairan yang dibutuhkan untuk membuat kue bika ini.  Cairannnya sendiri ada dua jenis yakni air kelapa untuk menyaring tape dan air untuk membuat santan.

   
     Ternyata saya harus tiga kali mengujicoba sebelum bisa menghasilkan kue bika dengan serat yang banyak rongganya kecil kecil.  Ujicoba pertama menghasilkan kue yang kurang manis (mungkin saya salah mencatat takaran gulanya), yang kedua sudah manis namun seratnya masih jarang.  Yang ketiga barulah di dapat kue bika yang bisa mengalahkan rasa dan serat bika ambon yang pernah saya buat seperti catatan di awal tulisan ini.  Sayangnya karena mengandalkan kamera smartphone dan kurang lihai mengatur pencahayaan, serat kue bika ambon ini tidak tampak jelas dalam foto yang ditampilkan.

    Resep ujicoba ketiga ini tentu saja selain lebih cermat dalam mengukur takaran bahan juga mengubah beberapa komposisi bahan dari resep aslinya.  Urutan pembuatannya sejak ujicoba pertama sudah dirombak mengikuti pengalaman membuat kue apem mekar.   Mungkin yang masih kurang adalah terlewatnya unsur pewarna dalam bahan kue.

     Dan inilah resep dan cara membuat kue bika yang bukan lagi hemat atau irit telur tapi sama sekali tanpa menggunakan telur dan bebas food additive atau pengembang kimiawi.

Bahan 
250 gram tepung beras
125 gram tepung tapioka
250 gram gula pasir
250 gram tape singkong
500 ml air kelapa
200 ml santan dari 1/2 butir kelapa  
2 lembar daun pandan buang tulang daunnnya, robek - robek
1 lembar daun jeruk buang tulang daunnya
margarin dan tepung terigu untuk mengolesi loyang.

Cara membuat :
1. Campurkan tapai singkong dan air kelapa, saring.
2. Masukkan semua bahan kecuali santan, aduk hingga rata dan menyatu, diamkan dua belas jam (fermentasi tahap pertama).
3. Rebus santan dengan daun pandan dan daun jeruk, biarkan sampai hangat, masukkan ke dalam adonan yang telah difermentasi tahap pertama.  Diamkan kembali selama tiga jam.
4. Panaskan oven terlebih dahulu,  tuang adonan dalam loyang yang telah diolesi margarin dan tepung terigu
5. Bakar dalam oven dengan suhu api besar selama 40 menit.  Sebelum diangkat, cek kematangannya  terlebih dahulu dengan tusuk sate.

     Uniknya kue ini belum 'gaaleun' dalam waktu 24 jam.

     Ribet?  Saya rasa tidak juga.  Bahannya mudah didapat di pasar tradisional.  Air kelapa pun mudah didapat di penjual kelapa parut dengan mesin yang biasa ada di pasar.  Membuat kue dengan resep tradisional buat saya lebih menyenangkan karena rasanya seperti bermain - main (kenapa ya...).  Menyenangkan.....

Btw, selain Bika, makanan yang bukan otentik Sunda namun sudah terkenal di Jawa Barat sejak puluhan tahun silam adalah beragam cake kukus dan panggang 'jadoel', makanan ini banyak dijadikan snack 'jajan pasar' yang banyak dijual atau dijadikan isian 'paket' makanan pada banyak hajatan di Jawa Barat.  

No comments:

Post a Comment